Free Porn
xbporn

https://www.bangspankxxx.com
Monday, September 16, 2024
HomeHeadlineProgram Merdeka Belajar Mas Nadiem, Dinilai Hanya Hadiah Artifisial Hardiknas

Program Merdeka Belajar Mas Nadiem, Dinilai Hanya Hadiah Artifisial Hardiknas

POSKOTAJATIM.CO.ID – Program Merdeka Belajar yang digagas Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim mendapat respon dari praktisi pendidikan Yusron Aminulloh, Master MEP Trainer Center Surabaya, Selasa (2/5/2023).

Menurut Yusron yang juga CEO Dedurian Park itu program Merdeka Belajar masih jauh dari harapan antara teori dan praktik.

Bahkan program kata Yusron tak lain, hanyalah hadiah artifisial saja. Merdeka Belajar di sekolah dan kampus a-historis bahkan artifisial.

- Advertisement -

“Ketika puluhan tahun sekolah dan kampus dikungkung oleh ribun aturan yang mengekang kemerdekaan belajar, tiba-tiba ada konsep merdeka belajar. Ternyata aplikasinya tetap merdeka belajar sesuai juknis. Bukan merdeka belajar sesungguhnya,” ungkap Yusron yang juga CEO Kampus Alam DeDurian Park ini.

Pendapat itu disampaikan Yusron dalam diskusi terbatas Evaluasi Merdeka Belajar yang digelar Iqra Semesta dalam rangka Hari Pendidikan Nasional.

Yusron menilai, dosen dan guru di Indonesia pola pikirnya textbook, semua langkah mengajar sudah diatur kurikulum, panduan utama mereka sudah diatur oleh buku, aturan.

- Advertisement -

Sehingga menurut Yusron, kalau ada dosen dan guru kreatif pasti disalahkan. Apalagi berani out of box.  Karena harus sesuai juknis. Meski masih ada pengajar yang kreatif dalam metodologi.

Tapi hakekatnya, buku yang disahkan pemerintah tetap menjadi acuan utama. “Itu artinya, sulit merdeka dalam belajar, karena dari hulu sudah ditutup sikap merdeka dan kreativitas,” tegas Yusron yang juga pendiri Forum Pendidikan Jatim (FPJ) ini.

Jadi kalau tiba-tiba ada konsep merdeka belajar, harus diubah dulu mindset dosen dan guru. Dan itu membutuhkan energi, waktu yang lama.

“Akibatnya kalau saya ajak dosen dan guru memerdekan diri saat mengajar. Mereka tetap bilang tidak sesuai dengan juknis Kemendikbud. Ini kan belajar merdeka,” tambahnya.

Baca Juga:  Paham Literasi Politik, Tapi Tuna Politik Begini Penjelasan Tokoh Literasi

Coba perhatikan, puluhan tahun dosen dan guru terbiasa didengarkan siswa dan mahasiswa, tiba-tiba sekarang disuruh mendengarkan, karena metodenya diubah, peserta didik aktif bicara dan menganalisa.

Menurut Yusron, ini saja problem. Mendengarkan itu tidak mudah, apalagi mengalah dengan mau mendengar gaya bicara anak sekarang dengan analisanya yang sering beda dengan dosen dan gurunya.

Lantas bagaimana solusinya ?
Yusron menekankan dua hal dalam kasus ini, yakini:

Pertama ubah mindset dosen dan gurunya, harus mau memerdekan diri dari yang paling pintar, paling unggul, paling paham banyak hal.

Jadilah samudera yang menerima segala kemungkinan perspektif baru dari siswa dan mahasiswa.

Kedua, merdeka belajar juga mengajarkan birokrasi pendidikan membatasi kewenangan.

Berilah pedoman global dalam kurikukulum. Jangan detail. Serahkan dosen dan guru menterjemahkan.
“Beri kemerdekaan mengajar untuk mencapai merdeka belajar,” tambahnya.

Tapi itu sulit dilakukan karena dosen dan guru belum semua ubah mindsetnya ? bantah seorang peserta diskusi.

“Semua proses, asal substansi merdeka belajar menjadi kesadaran bersama. Karena merdeka bukan berarti bebas tanpa aturan, tanpa etika. Saya kira dosen dan guru paham,” tegas Yusron yang juga Pengurus ICMI Jatim. (*)

 

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Berita Terkini

Berita Terpopuler