POSKOTAJATIM.CO.ID – ChatGPT, mesin telusur yang bisa merilis chatbot AI sendiri, serta ramainya pengguna AI membuat gambar, audio, dan video dari nol sudah membuat gempar dunia.
Akan tetapi, perusahaan dan pakar AI justru mulai mengalihkan perhatian ke hal baru, yang dikenal sebagai kecerdasan umum buatan atau artificial general intelligence (AGI).
Sejumlah pihak menyebut AGI sebagai sistem AI yang sama cerdasnya dengan manusia (bahkan lebih cerdas).
AGI belum menjadi kenyataan, masih seperti fiksi ilmiah. Pada dasarnya, ini adalah konsep AI yang mencapai tingkat kecerdasan setara atau lebih tinggi dari manusia.
Perusahaan Amerika, OpenAI, yang menciptakan ChatGPT dan pembuat gambar AI yang populer DALL·E 2, menggambarkan AGI sebagai “sistem yang sangat otonom, mengungguli manusia dalam pekerjaan yang paling berharga secara ekonomi.”
Sistem ini diharapkan dapat memecahkan masalah dan melakukan hal-hal rumit sambil beradaptasi dengan lingkungannya serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri.
Baca Juga: Hujan Deras, Hotel Kolombo Kediri Hampir Roboh, Jalan Urip Sumoharjo Satu Jalur
Ada juga konsep artificial superintelligence (ASI), dengan sistem kemampuan intelektual yang jauh lebih besar daripada manusia.
Beberapa pakar berpendapat bahwa teknologi ini tidak akan tercapai, tapi yang lain bersemangat sekaligus khawatir tentang bagaimana teknologi ini dapat mengubah dunia.
Berisiko bagi manusia
CEO OpenAI, Sam Altman, telah memperingatkan “risiko besar” AGI, termasuk “penyalahgunaan, kecelakaan drastis, dan gangguan sosial”. Dia memprediksi AGI bisa terwujud dalam satu dekade mendatang.
“AGI awalnya hanya akan menjadi satu titik di sepanjang kontinum intelijen,” ujarnya. “Kemungkinan perkembangannya akan berlanjut dari sana.”
“Jika terwujud, dunia akan menjadi sangat berbeda, dan risikonya bisa luar biasa. AGI superintelijen yang tidak selaras dapat menyebabkan kerusakan parah pada dunia; rezim otokratis dengan pimpinan superintelijen yang menentukan juga bisa melakukannya,” jelas Sam Altman.
“Ada pakar AI yang menganggap risiko AGI adalah fiktif; kita senang jika ternyata dia benar, tapi kami akan tetap beroperasi seolah-olah risiko ini ada,” katanya.
Bulan lalu, co-founder OpenAI, Elon Musk, yang tidak lagi berafiliasi dengan perusahaan ini, mengatakan AGI telah membuatnya mengalami “kecemasan eksistensial”.
Tidak mengherankan, mengingat konsep AGI membuat para pakar mempertimbangkan potensi skenario negatif, seperti:
– AGI bidang kesehatan bisa memutuskan tidak merawat lansia demi mengoptimalkan kesehatan penduduk usia mud
– AGI bertugas menghasilkan uang yang dengan cepat menggantikan semua pekerja manusia, menyebabkan PHK massal
– AGI yang dibuat oleh negara menggunakan kemampuannya untuk menghancurkan pertahanan dunia maya negara lain
– AGI bidang pertahanan memutuskan menduduki suatu kota untuk membunuh target bernilai tinggi — terdengar seperti adegan film The Terminator
bahkan AGI dapat digunakan untuk memerintahkan prajurit manusia dalam perang.
Dalam sebuah makalah, Robert Sparrow dari Monash University dan Adam Henschke dari University of Twente menyebutkan karena skenario perang seperti itu mungkin terjadi, muncul kekhawatiran etis apakah AI harus diberi wewenang untuk mengirim manusia ke potensi kematian mereka.
Baca Juga: Khofifah Pastikan Presiden Bakal Resmikan PI Among Tani
“Akhirnya, mengejar kemenangan mungkin membutuhkan penyerahan komando ke mesin dan kemenangan dapat ditentukan oleh kekuatan mana yang memiliki AI yang lebih baik,” katanya.
Mencegah AGI lepas kendali
Profesor Paul Salmon dari Queensland’s University of the Sunshine Coast setuju bahwa AGI menimbulkan risiko eksistensial bagi manusia. Ia menyarankan kita bertindak sekarang agar siap untuk kedatangan AGI, meskipun beberapa dekade lagi.
“Kita perlu memahami bagaimana merancang AGI agar aman, etis, dan dapat digunakan. Bagaimana mengelola risiko dan bagaimana mengendalikannya,” ujar Prof Salmon.
Dalam posting blognya bulan lalu, Sam Altman dari OpenAI memaparkan rencana perusahaannya untuk pengembangan AGI. Namun tampaknya AGI dengan segala kemampuannya akan muncul juga, dan ini mengkhawatirkan. Pertanyaannya, siapkah Indonesia dengan kemunculan AGI? Mengingat kesadaran warga +62 masih berkutat persoalan yang itu-itu saja…