Poskotajatim | Nasional – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan Data informasi yang mencakup hasil analisis dan hasil pemeriksaan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang nilainya mencapai Rp 300 triliun akhirnya diserahkan kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati,
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, kerja sama dan koordinasi berupa pertukaran informasi dan hal lainnya terus dilakukan dengan Kemenkeu.
“Secara rutin PPATK dan Kemenkeu selalu berkoordinasi dalam melaksanakan tugas dan fungsi kita masing-masing, tidak terbatas hanya pada isu tertentu saja,” ujar Ivan dalam keterangannya, Selasa (14/3/2023).
Ivan menjelaskan, data yang diserahkan ke Kemenkeu merupakan daftar seluruh dokumen Informasi Hasil Analisis beserta jumlah nilai nominal yang terindikasi terkait dengan TPPU sepanjang kurun waktu 2009-2023.
Terkait permintaan informasi dari Kemenkeu, Ivan mengatakan hal tersebut merupakan prioritas PPATK saat ini dalam rangka mendukung penerimaan negara serta memperkuat akuntabilitas kinerja sebagai bendahara negara.
“PPATK akan selalu melakukan langkah-langkah kolaboratif yang efektif untuk penanganan seluruh informasi yang telah disampaikan,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta PPATK buka-bukaan terkait data transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu.
Ani panggilan Sri Mulyani mengaku telah menerima laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan itu, namun laporan tersebut tak berisikan satu angka pun terkait detil transaksasi mencurigakan Rp 300 triliun.
“Sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi mengenai Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023)
Bahkan Sri Mulyani mengaku surat tersebut hanya menyangkut jumlah surat yang disampaikan PPATK tidak ada angka rupiahnya. Oleh sebab itu, Sri Mulyani meminta PPATK untuk membuka data transaksi tersebut secara detil mulai dari nilai per transaksi, sumber transaksi, hingga siapa saja yang terlibat.
Dalam hal ini Kemenkeu sangat terbuka jika ada data transaksi mencurigakan itu bisa menjadi bukti hukum untuk mempermudah penindakannya.***